Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (Al-Qur’an Surat Al-Mu’minuun ayat 12-14).
Kalimat suci ini, menggambarkan siklus hidup proses penciptaan manusia sebelum menjadi janin di rahim yakni masih dalam proses produksi sel mani dan sel telur di usia subur. Proses ini saling terkait dengan pembuahan dalam rahim, menjadi darah, menjadi daging, menjadi tulang, tulang dibungkus dengan daging sampai menjadi makhluk yang dilahirkan, masa balita, usia sekolah dan remaja, dan usia subur. Proses yang saling terkait ini dapat menjadi titik-titik kritis pencetus terjadinya masalah gizi dan kesehatan.
Bila yang dikonsumsi makanan dan minuman instan, tentunya sel mani dan sel telur yang terproduksi sebagai substansi eksistensi manusia pria dan wanita adalah hanya berasal dari sari-sari instan. Jadi bagaimana kualitasnya guna proses membuahi dan dibuahi sehingga menjamin keberlangsungan fase kehidupan janin dalam rahim selama 9 bulan? Nantinya dapat menjadi awal masalah kesuburan manusia dalam ikatan suami istri, kegagalan reproduksi, terjadi kelainan kongenital (lahir cacat, bahkan sampai meninggal), kelebihan gizi, kekurangan gizi termasuk stunting.
Stunting merupakan keadaan kurang gizi kronis dan mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni pendek (kerdil) dibandingkan umur (Buletin Data Kesehatan, 2018). Contohnya, bila wanita usia subur kurang energi kronis dan anemia, kemudian hamil, pasti berpengaruh negatif pada masa 270 hari kehidupan pertama janinnya di rahim. Berpengaruh pula dalam masa 180 hari atau 6 bulan pertama sampai 2 tahun kehidupannya di alam dunia karena kebutuhan gizinya yang berbeda (Hayati AW, dkk, 2012). Dia dapat mengalami gangguan gizi dan kesehatan bahkan resiko kematian, dan gangguan produksi ASI yang berdampak anak mengalami masalah gizi dan kesehatan termasuk stunting.
Kalau begitu, makanan yang bagaimana dibutuhkan untuk mempersiapkan sel mani dan sel telur, menjamin pembuahan dan keberlangsungan fase kehidupan dalam rahim serta di alam dunia nanti? Kalimat suci menjelaskan bahwa “manusia diciptakan (berasal) dari sari pati dari tanah” berarti makanan yang baik dikonsumsi adalah berasal dari tanah daerahnya, dari tumbuhan dan hewani daerah tersebut dan biasa dikonsumsinya setiap hari. Ini dikenal sebagai makanan tradisional. Jenisnya ada makanan pokok, lauk pauk, sayuran, olahan buah, snack/kue dan minuman. Dapat memenuhi kebutuhan gizi seseorang karena mengandung zat gizi protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air. Tentunya halal (Muslim) dan baik meliputi: alami, beragam, bergizi, berimbang, aman dan menyehatkan.
Karena makanan wanita usia subur, ibu hamil dan ibu menyusui masih perlu ditingkatkan sesuai angka kecukupan gizi yang dianjurkan, menyebabkan stunting masih tinggi prevalensinya. Buktinya di Indonesia ada 24.4%, di provinsi ada yang di atas 37% bahkan di kabupaten ada yang lebih 45% (SSGI 2021). Untuk pengaturannya, selain makanan utama maka penting diberikan makanan tambahan berbasis makanan tradisional, salah satunya yang berasal dari Gorontalo yakni “tiliaya”. “Tiliaya” terbuat dari telur, gula aren, santan kelapa parut ditambah dengan bumbu-bumbu seperti daun pandan, kayu manis, pala, cengkeh dengan proses memasak ditim atau dikukus. Mengandung energi dan protein tinggi yang adekuat, lemak dan karbohidrat serta vitamin dan mineral yang memadai. Tentunya dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan selama 1000 hari kehidupan pertama yakni selama kehamilan, menyusui, anak balita dan dibutuhkan pula pada usia sekolah, remaja serta usia subur. Bahan, cara membuat, dan zat gizi tiliaya terangkum pada gambar berikut ini.
Bahan, Cara Membuat dan Zat Gizi Tiliaya Dalam 1 Porsi (100 gram)

Kalimat suci, telah menguraikan fase kehidupan sebelum dan saat dalam rahim, sebagai penjabaran pencegahan dan penanganan masalah gizi dan kesehatan termasuk stunting dalam siklus hidup melalui makanan. “Tiliaya” contoh makanan tambahan yang menjawab kalimat suci itu bahwa “manusia diciptakan (berasal) dari sari pati dari tanah” sebagai bahan dasar penciptaan manusia yang disubstansikan eksistensinya dalam bentuk sel mani dan sel telur sampai pada kehidupan selanjutnya. “Tiliaya” disukai karena enak, aromanya khas dan meningkatkan stamina (Napu A, 2021). “Tiliaya” penting dilestarikan dan dikembangkan secara berkelanjutan melalui pembelajaran formal, non formal dan informal serta riset lanjutan. Semoga tulisan ini sebagai berita kebaikan dalam kebenaran yang rasional dan ilmiah, Aamiin.
Pustaka:
- Al-Qur’an Surat Al-Mu’minun ayat 12-14
- Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, 2008. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6. Pustaka Imam Asy-syafii. Jakarta
- Pusat Data dan Informasi Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2018. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Semester 1. 2018. file:///C:/Users/TOSHIBA/Downloads/Buletin-Stunting-2018.pdf
- Hayati AW, Hardinsyah, Jalal F, Madanijah S, & Briawan D. 2012. Pola Konsumsi Pangan dan Asupan Energi dan Zat Gizi Anak Stunting dan Tidak Stunting 0-23 Bulan. Jurnal Gizi dan Pangan, 7(2): 73—80. https://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/view/12368/9453
- Kementerian Kesehatan RI. 2021. Studi Status Gizi Indonesia (SSGI).
- Napu A. Syarief H, Tanziha I. 2012. Perubahan Pengetahuan Makanan Tradisional Gorontalo Dalam Tiga Generasi. Jurnal Inovasi Gorontalo Vol. 7 No. 3. Nopember 2012. https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/60695
- Napu A, Tambipi S, Mohammad S. 2008. Menu Khas Daerah Gorontalo. Gorontalo. Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo.
- Napu A. 2021. Tiliaya Disukai: Aroma Khas, Enak, Untuk Stamina Dan Hanya Di Gorontalo https://dinkes.gorontaloprov.go.id/tiliaya-disukai-aroma-khas-enak-untuk-stamina-dan-hanya-di-gorontalo/
Penulis:
Arifasno Napu
Penulis adalah Dosen Poltekkes Kemenkes Gorontalo. Penulis juga merupakan Ketua YAMMI provinsi Gorontalo, Pengurus DPD ISNA, Ketua DPD PERGIZI PANGAN Provinsi Gorontalo, Pembina DPD PERSAGI Provinsi Gorontalo, Pengurus PRSI (persatuan Renang Seluruh Indonesia) Provinsi Gorontalo, dan Ahli Gizi di PPLP Provinsi Gorontalo.
Views: 277